Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri. MA
Soal:
Bismillah. Assalamu'alaikum
warahmatullah. Afwan, ada
sebagian orang berpendapat bahwa pembagian waris harus memenuhi unsur keadilan
(syari'at mengatur laki-laki mendapat 2 bagian wanita 1 bagian) mereka
berpendapat jika seperti itu kemungkinan tidak adil.Misalnya, si laki-laki kaya
(mampu) sedangkan si wanita miskin, jika diberikan 2 bagian untuk laki-laki
berkata tidak adil. Betulkah
pendapat mereka? Pembagian waris
laki-laki dan wanita 2:1, apakah memang dalam semua kondisi (misal contoh
diatas)? atas jawabannya saya
ucapkan, "Jazakumulloh khoirol jaza '."
Jawaban:
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi MuhammadShallallahu
'alaihi wa sallam ,
keluarga, dan sahabatnya.
Keadilan adalah dasar tegaknya alam semesta. Karenanya, wajar bila keadilan adalah
bagian dari prinsip utama syari'at Islam. Dan
Allah membenci dan memerangi segala bentuk kezhaliman.
Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat zholim (QS. Ali Imran [3]: 57)
Bukan hanya mengharamkannya pada umat manusia saja, bahkan Alloh
Ta'ala juga mengharamkannya atas diri-Nya sendiri
"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku
mengharamkan tindak kezholiman atas diri-Ku sendiri, dan Aku mengharamkannya
atas kalian, maka jangan saling mengzhalimi." (HR. Muslim)
Anda bisa membayangkan betapa pentingnya keadilan, bila ternyata
Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa juga melarang tindak kezhaliman atas
diri-Nya. Bila demikian adanya,
mungkinkah ada satu syari'at-Nya yang mengandung kezhaliman atau ketidakadilan?
Hanya, yang perlu diluruskan adalah definisi tentang keadilan. Apa dan menurut siapa Anda
mendefinisikan kata keadilan? Kaum
komunis memiliki definisi tersendiri, sebagaimana kaum kapitalis dan sekuler
juga memiliki definisi tersendiri.
Nah, keadilan menurut siapa yang Anda inginkan? Mungkinkah Anda sebagai orang yang
beriman menginginkan keadilan sebagaimana yang dideskripsikan oleh kaun
komunis? Atau mungkinkah Anda
memahami arti keadilan sebagaimana yaang dipahami oleh kebanyakan orang, yaitu
"sama dalam segala hal"?
Bila ini yang Anda inginkan, perkenankah saya balik bertanya,
menurut hemat Anda, adilkah bila suami Anda dihiasi dengan beraneka ragam make up ,
mengenakan perhiasan, dan berjalan berlenggak-lenggok dengan mengenakan pakaian
sebagaimana yang Anda kenakan? bila
Anda pria, sudikah Anda menikahi wanita yang berpostur tegap, bersuara lantang,
tidak pernah mengenakan make up, berambut cepak, dan berprofesi sebagai tukang
ojek? Relakah bila istri Anda
mendapatkan tugas dari Pak RT untuk ronda malam, menjaga keamana kampung Anda?demikianlah
keadilan yang Anda maksudkan?
Bila Anda rela menerima keadilan dengan aplikasi di atas, maka
saya tidak lagi kuasa untuk mengomentari pertanyaan Anda ini. Dan bila Anda tidak rela, maka berarti
kita memiliki kesamaan bahwa keadilan harus sesuai dengan kodrat ilahi pada
masing-masing kita.
Anda merasa bahwa pria yang berdandan dengan make up, berkebaya,
yang berlenggak-lenggok telah menyalahi kodrat ilahi sehingga tidak layak untuk
menjadi suami. Demikian pula
halnya dengan wanita yang berambut cepak, bersuara keras, dan berprofesi
sebagai tukang ojek, tidak layak menjadi istri. Kalau begitu, ketahuilah bahwa ketika
Alloh menetapkan bahwa bagian anak lelaki dari warisan orang tuanya dua kali
lipat dari warisan anak perempuan, maka itu sesuai dengan kodrat mereka.
Allah telah mensyari'atkan pada kalian perihal
warisan anak-anakmu. Anak lelaki mendapatkan bagian
sama dengan bagian dua anak perempuan. (QS. An-Nisa '[4]: 11)
Syari'at ini sesuai dengan garis kodrat pria yang berkewajiban
untuk menafkahi dan memimpin kaum wanita. Dengan
demikian, syari'at ini adil dan tidak ada yang perlu dirisaukan. Meskipun wanita mendapatkan bagian
yang sedikit, seluruh bagiannya itu hanya ia nikmati seorang diri.Sebab itu,
walau nominalnya kecil, faktor pembaginya hanya seorang, maka hasilnya menjadi
besar. Adapun anak pria, walau ia
mendapatkan bagian dua lipat, ia harus menggunakannya untuk menafkahi istri dan
anak-anaknya. Dengan demikian,
walaupun nominalnya besar, pada akhirnya menjadi sedikit.
Kaum pria (suami) adalah pemimpin kaum wanita,
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian
lainnya (kaum wanita), dan karena mereka (kaum pria) memberikan nafkah dari
hartanya. (QS. An-Nisa '[4] : 34).
Bisa jadi Anda akan berkata, "Apa yang Anda utarakan itu
hanya terjadi pada zaman dahulu.Akan tetapi, zaman sekarang kaum wanita pun
ikut mencari mencari nafkah dan membiayai keluarga. "
Baiklah saudaraku, bila Anda berkata demikian maka perkenankan
saya balik bertanya, "Akankah perubahan yang menyalahi kodrat ini
menjadikan Anda mengubah persepsi tentang keadilan, sehingga sekarang Anda rela
untuk menikahi pria atau wanita yang saya gambarkan di atas?
Perubahan yang terjadi tersebut identik dengan perubahan yang
terjadi pada kesehatan mata Anda. Pandangan
Anda berkunang-kunang sampai segala benda tampak samar bahkan seakan-akan
menjadi ganda. Mungkinkah kala
itu Anda mengubah persepsi Anda tentang kepastian bahwa setiap benda yang Anda
pandang hanya satu? atau Anda
yang berusaha untuk mengobati perubahan yang terjadi pada kesehatan mata Anda
agar kembali seperti sedia kala.
Saya yakin, Anda akan berusaha mengobati mata Anda agar kembali
seperti sedia kala, karena ketetapan benda-benda yang Anda saksikan hanya satu
adalah sesuatu yang pasti dan benar.Demikian pula hendakny Anda menyikapi
perubahan persepsi dan pola pandang terhadap pembagian warisan. Kembalikan cara pandang dan sikap kaum
pria agar bertanggung jawab penuh atas istri dan anak-anaknya. Dengan begitu, Anda kembali bisa
merasakan indahnya keadilan Islam dalam membagi warisan. Dan pola pikir Anda pun kembali sehat
dan sesuai dengan kodrat ilahi.
Semoga jawaban singkat ini bermanfaat bagi saudaraku
sekalian, dan semoga pola pikir umat Isla dapat kembali sehat seperti dulu
pendahulu umat ini memandang berbagai permasalahan mereka. Wallahu Ta'ala A'lam bish shawab.
Artikel: www.ibnuabbaskendari.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar