"Blusukkkk krik krik krik .... byuuurrr!!!!" Sang Kancil tiba-tiba terperosok ke dalam sebuah sumur tua tatkala sedang berada di tepi hutan saat dalam perjalanan menuju Pantai Samas. Kabut masih tebal saat itu sehingga sumur tersebut tidak terlihat oleh Sang Kancil. Rupanya itu adalah sumur peninggalan Tarzan yang telah lama meninggalkan tempat itu untuk menjadi Tarzan Kota.
"Aduh biyuuungg,
kakiku sakit buangeeet!" Teriak Sang Kancil yang tubuhnya hanya terlihat
kepalanya karena terendam air - sambil mulutnya nyengir-nyengir menahan sakit. Meskipun dirinya terjatuh di air,
karena air sumur tak seberapa dalam maka kakinya terasa nyeri yang hebat akibat
benturan. Lalu dengan
terpincang-pincang Sang Kancil berenang menepi dan duduk di batu besar yang
menyembul di tepi sumur.
Sang
Kancil termenung memikirkan nasibnya. Sumur
ini ada di tepi hutan. Jarang
sekali ada binatang yang berani bepergian sampai ke tepi hutan. Paling-paling sekawanan Gajah yang
sedang menjajaki rute baru, kawanan Babi Hutan yang ingin mencari jagung atau
Serigala yang sedang mencari-cari makanan tambahan karena sudah bosan dengan
makanan yang ada di dalam hutan. Itu
artinya dirinya harus lama menunggu sampai ada binatang yang menemukan dirinya
di dalam sumur.
Setelah
tiga hari tiga malam terjebak, pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi
Hutan yang melongok dari bibir sumur. Mereka
kehausan dan sedang mencari-cari sumber air minum yang memang jarang ada di
tepi hutan itu. Sang Kancil
berteriak kegirangan melihat Babi Hutan.
"Woooiiii
beib, bantu aku keluar dari sini duuuuuuung!!!" Teriaknya sekuat tenaga.
Tapi
alih-alih menolong Sang Kancil, para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit
mendengar suara menggelegar dari dasar sumur. Dikiranya
ada monster penunggu sumur yang akan memakan mereka.
Sang
Kancil kesal bukan main. Dianggapnya
para Babi Hutan itu sungguh terlalu takut pada bayangan monster dalam pikiran
mereka sendiri. Mereka terlalu
percaya pada cerita-cerita monster sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan
langsung dianggap monster.
Pada hari kelima muncul
lagi seekor binatang lain. Kali
ini datang seekor keledai yang baru saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia
bersiul-siul menyusuri tepi hutan. Sampailah
dia di bibir sumur tempat Sang Kancil terperosok. Tentu saja dia haus dan penasaran,
apakah bisa minum dari sumur tersebut. Belajar
dari pengalaman ketakutan para Babi Hutan, kali ini Sang Kancil tidak
berteriak. Dia hanya menyapa
pelan pada Keledai yang tengah melongokkan kepala.
"Wahai
teman, Tolonglah aku. Aku
terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi "kata Sang Kancil.
Keledai
melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari dalam
sumur. Kemudian dia
mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang Kancil yang sedang duduk
lemas di atas batu. Tiba-tiba
Keledai tertawa terbahak-bahak. Si
Keledai tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas
tanah.
"Hohohoho
... bukankah kamu itu Kancil yang terkenal cerdik itu??. Gunakan otakmu yang katanya hebat itu! Atau kecerdasanmu itu berita bohong
belaka sehingga kamu masih butuh bantuanku? Uruslah
sendiri nasibmu!. Aku tak punya
banyak waktu untuk menolongmu!. Lagipula
waktu aku jadi peliharaan majikanku, tak ada seorang pun yang peduli. Kini giliranmu dicuekin .... Hahahahahaha. Sorry yah! "Kata Keledai sambil
berlalu dengan masih ketawa ngikik.
Sang
Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam muncullah sekelompok
orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu. Mereka mendirikan tenda-tenda dan
mulai memasak. Tampaknya mereka
adalah kafilah pedagang yang sedang mampir beristirahat.
Saat
terdengar suara-suara orang berteriak-teriak gaduh karena berhasil menangkap
seekor keledai yang lalu, tahulah Sang Kancil bahwa keledai yang kemarin
menertawakan dirinya itu masih berkeliaran di sekitar sumur dan tertangkap
kembali oleh tuannya.Sungguh malang nasibnya.
Sang
Kancil menyadari bahwa dirinya juga harus menghindar dari tangkapan mereka. Maka cepat-cepatlah dia masuk ke
sebuah rongga yang ada di dinding sumur dan bersembunyi di situ karena takut
ditangkap dan dijadikan sate kancil yang tersohor kegurihannya.
Untunglah
para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak memergoki Sang
Kancil. Mereka hanya sesekali
saja pergi ke sumur itu untuk mengambil air dengan ember yang diikat dengan
tali. Air itu dipergunakan untuk
memasak, mencuci dan mandi.Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat
itu. Dari suara-suara mereka,
tahulah Sang Kancil bahwa para pedagang itu membuang ember bertali di dekat
sumur karena dianggapnya sudah usang.
Pada
hari ketujuh muncullah sekelompok gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka meneliti dasar sumur karena
kehausan. Tak sengaja terlihat
oleh mereka Sang Kancil tengah tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan
binatang yang tengah terbaring di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak memanggil
Sang Kancil.
Sang
Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa kepala gajah
menyembul di bibir sumur. Diam-diam
dia sedang berpikir keras cara minta bantuan mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk membantu
para Gajah, baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru kemudian menerima
pertolongan.
"Wahai
Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong" kata Kancil.
Para
Gajah mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang Kancil di
dalam sumur karena terjatuh.
"Aku
tahu kalian kehausan. Aku akan
membantu kalian mengambil air dari dalam sumur.Coba lihat apakah ember dan tali
yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin
kudengar para kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember
baru. Meskipun butut ember itu
masih berguna untuk kalian. Turunkan
ember ke dalam sumur, pegang ujung talinya. Aku
akan membantumu menciduk air sumur "teriak Sang Kancil.
Para
Gajah yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang disebutkan
Sang Kancil. Sampai akhirnya
mereka menemukan tak jauh dari bibir sumur tergeletak ember butut yang diikat
dengan tali yang tak kalah bututnya dan penuh sambungan.Kemudian mereka
menurunkan ember ke dalam sumur. Sang
Kancil membantu menciduk air dan menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi
air ke atas.
Begitulah
berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan
girangnya para Gajah bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang
diambil dari dalam sumur. Umpan
sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua Gajah selesai mandi,
barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari dasar sumur.
Merasa
Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan senang
hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan erat pada
ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.
Para
Gajah segera mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil bisa berada
di dasar sumur. Tadinya mereka
mengira Sang Kancil sengaja berdiam diri di sana.Kemudian Gajah-gajah itu
membawakan berbagai macam pucuk daun muda dan buah-buahan untuk Sang Kancil
yang terlihat begitu lemah sehingga sulit berjalan.
Setelah
satu malam menginap di tempat itu dengan dijagai para Gajah, Sang Kancil merasa
dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan samas
untuk bertemu dengan keluarga Paus biru. Keluarga
mamalia laut raksasa itu mengundang Sang Kancil untuk mengajari mereka tentang
perubahan angin, cuaca dan iklim di Samudera Hindia agar mereka tidak terdampar
di pantai yang dangkal karena kesalahan memperkirakan sifat-sifat lautan.
Kancil
berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah ini merasa sangat berhutang
budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik sederhana mengambil air
dari dalam sumur. Sengaja mereka
membawa ember butut bertali ke rumah mereka di tengah hutan. Di sana ada sumur yang tidak pernah
dimanfaatkan karena para Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang
dalam (Undil-2011).
Gambar diambil dari : http://urdustar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar