Dahulu
kala di daerah Jambi ada sebuah negeri yang diperintah seorang raja bernama
Sultan Mambang Matahari. Sultan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tuan
Muda Selat dan seorang anak perempuan bernama Putri Cermin Cina. Tuan Muda
Selat adalah seorang anak muda yang tampan namun sifatnya agak ceroboh. Putri
Cermin Cina berwajah cantik jelita, kulitnya putih bagaikan kulit putri Cina
karena itulah ia disebut Putri Cermin Cina. Pada
suatu hari, datanglah seorang saudagar muda ke daerah itu. Saudagar itu bernama
Tuan Muda Senaning. Ia dan anak buahnya merapat di pelabuhan negeri itu.
Seperti para saudagar lainnya, mula-mula niat kedatangan saudagar itu memang
hanya untuk berdagang. Walau demikian ia disambut dengan ramah tamah oleh
Sultan Mambang Matahari. Pada saat jamuan makan kebetulan Putri Cermin Cina
bertatap muka dengan Tuan Muda Senaning. Seketika Tuan Muda Senaning jatuh
cinta pada gadis jelita itu. Demikian pula halnya dengan Putri Cermin Cina,
diam-diam ia juga menaruh hati kepada saudagar muda yang berwajah tampan itu. Namun
sebagai seorang gadis tidak mungkin ia mengutarakan isi hatinya lebih dahulu.
Pada suatu kesempatan kedua muda mudi itu sempat bertemu. Kesempatan yang baik
itu tidak disia-siakan oleh si pemuda.
“Adinda Putri ….” kata Tuan Muda Senaning. “Sejak pertama
bertemu pandang denganmu, hatiku berdebar-debar. Aku yakin kaulah gadis yang
akan menjadi pendamping hidupku.”
“Tuan Muda ….” sahut Putri. “Jika Tuan memang berkenan kepada
saya, alangkah baiknya jika Tuan segera bertanya kepada Ayahanda. Tuan akan
mengetahui apakah saya masih sendiri atau sudah ada yang punya.”
“Baiklah, memang sudah sepantasnya kalau hal itu dilakukan.”
kata Tuan Muda Senaning.
Pada
dasarnya Putri Cermin Cina jatuh hati pada Tuan Muda Senaning, demikian pula
sebaliknya. Mereka berjanji hendak membangun rumah tangga. Tidak lama kemudian
Tuan Muda Senaning datang melamar kepada Sultan Mambang Matahari. Sejak semula
Sultan Mambang Matahari menaruh simpati kepada saudagar muda yang berhasil itu.
Bukan karena kekayaannya, melainkan sifat dan tingkah laku pemuda itu yang
sopan tanpa dibuat-buat. Maka dengan senang hati Sultan Mambang Matahari
menerima lamaran itu. Berkata Sutan Mambang Matahari, ”Tapi mohon maaf Ananda
Senaning, terpaksa pernikahan ditunda sampai tiga bulan lagi. Saya masih harus
menuntaskan perniagaan yang belum selesai." Tuan Muda Senaning hendak
berkata bahwa segala keperluan untuk pesta pernikahan dialah yang akan
menanggung, namun niat itu diurungkan karena hal itu dapat menyinggung perasaan
calon mertuanya. Padahal ia tahu pelayaran mertuanya selama tiga bulan itu
tidak lain adalah untuk mencari bekal bagi pesta pernikahan anaknya.
“Baik Ayahanda …” ujar Tuan Muda Senaning. ”Hamba cukup maklum
akan maksud Ayahanda.”
“Terima kasih atas pengertian Ananda …” sahut Sultan Mambang
Matahari lega. Ia makin senang pada calon menantunya yang tahu adat itu, yang
tidak mentang-mentang kaya lalu membuatnya kehilangan muka.
Sebelum
berangkat berlayar, Sultan Mambang Matahari berpesan kepada Tuan Muda Selat
agar menjaga Putri Cermin Cina dengan baik, jangan sampai terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan. Setelah itu, Sutan Mambang Matahari berlayar mencari bekal
untuk menikahkan putrinya. Pada suatu hari, Tuan Muda Senaning dan Tuan Muda
Selat asyik bermain gasing di halaman istana. Mereka tertawa bergelak-gelak,
makin lama makin asyik sehingga orang yang mendengar ikut tertawa senang.
Hal
itu menggugah hati Putri Cermin Cina yang sedang merenda di ruang tengah untuk
melihat. Ia menuju ke jendela melihat keasyikan tunangan dan kakaknya bermain
gasing. Kehadiran Putri Cermin Cina terlihat oleh kedua orang itu. Sambil
melihat ke anjungan, Tuan Muda Senaning melepaskan tali gasingnya. Gasing itu
mengenai gasing Tuan Muda Selat. Gasing Tuan Muda Selat melayang dan
terpelanting tinggi. Mereka masih tertawa-tawa melihat gasing itu. Namun
tiba-tiba gasing itu bergerak kearah Putri Cermin Cina. Sontak semua terkesiap.
Sebelum mereka sadar apa yang terjadi tiba-tiba, gasing itu berputar persisi
diatas kening Putri Cermin Cina. “Aaaaaahhh …!” Putri Cermin Cina menjerit
kesakitan. Kening Putri Cermin Cina pun berlumuran darah. Ia jatuh ke lantai
dan tidak sadarkan diri. Kedua pemuda yang sedang bermain gasing itu segera
berlari ke anjungan. Benarlah, Putri Cermin Cina tergolek di atas lantai. Semua
orang menjadi panik. Mereka berusaha memberikan pertolongan sebisa-bisanya.
Namun semua tindakan tidak ada manfaatnya. Putri yang cantik jelita itu
akhirnya menghembuskan napas yang terakhir kali. Tuan Muda Senaning menjerit
keras. Ia masih belum percaya tentang apa yang telah terjadi.
Setelah
yakin tunangannya meninggal. Tuan Muda Senaning jadi putus asa. “Sungguh celaka!
Semua gara-gara aku ….!” teriak parau.
Ia
melihat ada dua buah tombak bersilang di dinding. Secepat kilat ditariknya
tombak itu. Dengan sekuat tenaga tombak itu dilemparnya ke halaman. Pangkal
tombak menancap ke tanah dan mata tombak mencuat ke atas.
Tindakan
ini hanya dilakukan oleh seorang yang mengerti ilmu silat dan ilmu perang. Tuan
Muda Selat yang masih memeluk adiknya tak sempat mencegah perbuatan Tuan Muda
Senaning. Namun sepasang mata pemuda ini terbelalak ngeri saat berpaling kearah
calon adik iparnya itu.
Ia
benar-benar tak menyangka Tuan Muda Senaning akan berbuat senekat itu. Saat itu
dengan gerakan yang sukar diikuti mata Tuan Muda Senaning melompat ke halaman.
Tubuhnya meluncur kearah mata tombak yang mencuat ke atas mengenai mata tombak
yang mencuat itu. Mata tombak menembus perutnya langsung ke belakang punggung.
“Adinda Putri aku segera menyusulmu …” Suara pemuda itu
tersendat-sendat oleh nafasnya yang menjelang sekarat. ”Aku tak bisa hidup
tanpa dirimu.” Usai berkata demikian Tuan Muda Senaning meninggal dunia.
Tuan Muda Selat segera berteriak keras memanggil masyarakat
untuk melihat kejadian itu. “Cepat kita urus jenazah mereka berdua ini.”
Sementara
kerabat istana merawat jenazah kedua insan yang saling jatuh cinta itu, hati
Tuan Muda Selat kacau balau. Tak dapat dibayangkan, bagaimana marahnya di
Ayahanda Sultan Mambang Matahari bila mengetahui kejadian ini. Untuk menjaga
hal-hal yang tak diinginkan ia minta agar kedua mayat orang yang disayanginya
itu dikuburkan segera.
Mayat
Putri Cermin Cina dimakamkan di tepi sungai sedangkan mayat Tuan Muda Senaning
dibawa anak buahnya ke kapal. Kapal itu berlayar ke seberang dan mayat Tuan
Muda Senaning dikuburkan disana. Tempat itu kemudian diberi nama Dusun
Senaning.
Sejenak
Tuan Muda Selat merasa lega. Namun tatkala ingat betapa Ayahandanya sebentar
lagi akan datang maka pikirannya menjadi kacau. Bukankah ia telah diserahi
Ayahandanya untuk menjaga Putri Cermin Cina agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan? Kenyataanya, adik yang sangat dikasihi oleh semua orang itu
ternyata telah meninggal dunia. Dan salah satu penyebab kematian adiknya adalah
dia sendiri.
“Seandainya aku tidak bermain gasing tidak mungkin akan terjadi
hal seperti ini.”
“Semua ini salahku jua!” ia terus menerus mempersalahkan
dirinya.
“Sekarang apa yang harus kulakukan?” gumamnya dengan penuh
kebingungan. ”Apa yang harus kukatakan kepada Ayahanda.”
Setelah
berpikir keras, ia kemudian mengumpulkan semua penduduk. Diajaknya mereka
berunding. Tidak lama kemudian Tuan Muda Selat memutuskan untuk meninggalkan
negeri karena sang ayahnya tidak mungkin akan memaafkannya. Ia pun mengajak
orang-orang kampung untuk ikut serta. Ia membelokkan kapalnya kearah Pasang
Senana. Kemudian, ia menghilang tidak tentu arah. Orang-orang yang ikut
dengannya ditinggalkan di sebuah tempat. Tempat itu akhirnya disebut Kampung
Selat.
Tidak
berapa lama kemudian, Sultan Mambang Matahari merapat dengan kapalnya. Ia heran
melihat kampungnya sepi. Ia naik ke istana. Istana juga lengang. Setelah
dayang-dayang yang berada di istana menceritakan kejadian sebenarnya, barulah
ia mengetahui apa yang telah terjadi.
Sultan
Mambang Matahari merasa sedih. Kemudian dengan beberapa pengikut, ia berangkat
meninggalkan kampung. Ia pergi keseberang dusun.
Beliau
mendirikan kampung disana. Kampung itu terletak diantara kubur Tuan Muda
Senaning dan kapal Tuan Muda Selat. Kampung itu diberi nama Dusun Tengah Lubuk
Ruso.
Legenda
cerita ini oleh rakyat daerah Jambi dianggap benar-benar terjadi karena ada
hubungannya dengan nama-nama kampung di Kabupaten Batanghari, Jambi.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar