Kamis, 12 April 2012

Cara Sholat Orang Yang Sedang Sakit



Syari'at islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani.Tidak ada satu pun beban syari'at yang diwajibkan kepada seorang di luar kemampuannya. Allah Ta'ala sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

لا يكلف الله نفسا إلا وسعه
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.(Qs. Al-Baqarah / 2:286)

Allah Ta'ala juga memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan ketakwaan menurut kemampuan mereka dalam firman-Nya:
فاتقوا الله ما استطعتم
Artinya : Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghaabun/64: 16)

Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan masing-masing. Dengan ini nampaklah keindahan syari'at dan fasilitasnya.
Diantara kewajiban agung yang harus dilakukan orang yang sakit adalah sholat .Banyak sekali kaum muslimin yang kadang meninggalkan sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata-tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban yang menyusahkannya.
Solusinya adalah kewajiban mengenal hukum -hukum dan tata cara sholat orang yang sakit sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.

Hukum-Hukum yang berhubungan dengan sholat orang sakit
Di antara hukum-hukum yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah shalatnya adalah:
1. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut kemampuannya [1], sebagaimana diperintahkan Allah Ta'ala dalam firman-Nya:
فاتقوا الله ما استطعتم
Artinya : Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghabun / 64:16)

Dan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits' Imran bin Hushain:
كانت بي بواسير فسألت النبي صلى الله عليه وسلم عن الصلاة فقال صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
Artinya : Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah." (HR al-Bukhari no. 1117)

2. Bila berat melakukan setiap sholat pada waktunya maka diperbolehkan baginya untuk men-jama '(menggabung) antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan 'Isya baik dengan jama' taqdim atau ta'khir [2]. Hal ini melihat kepada yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak bisa dijama 'karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar kemampuan ini adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma yang menyatakan:
جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء بالمدينة في غير خوف ولا مطر قال (أبو كريب) قلت لابن عباس لم فعل ذلك قال كي لا يحرج أمته
Artinya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjama' antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya 'di Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma: Mengapa ia melakukannya? Beliau radhiallahu 'anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR Muslim no. 705)

Dalam hadits diatas jelaslah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallammemungkinkan kita menjama 'sholat karena adanya rasa berat yang menyusahkan ( masyaqqoh ) dan jelas sakit merupakan masyaqqah . Hal ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit ke orang yang terkena istihaadhoh yang diperintahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengakhirkan sholat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib dan mempercepat Isya '. [3]
3. Orang yang sakit tidak bisa meninggalkan sholat wajib dalam segala kondisinya selama akalnya masih baik [4].
4. Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama'ah atau akan menambah dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjamaah dimasjid maka dibolehkan tidak sholat berjama'ah [5]. Imam Ibnu al-Mundzirrahimahullah menyatakan: Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat diantara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak sholat berjama'ah karena sakitnya. Hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di Masjid dan berkata:
مروا أبا بكر فليصل بالناس
Artinya : Perintahkan Abu Bakar agar mengimami sholat. (Muttafaqun 'Alaihi) [6]

Tata cara sholat orang yang sakit
Tata cara shalat orang sakit dapat diringkas dalam keterangan berikut ini:
a. Diwajibkan atas orang yang sakit untuk sholat berdiri ketika mampu dan tidak khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam sholat wajib adalah salah satu rukunnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وقوموا لله قانتين
Artinya : Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu '. (Qs. Al-Baqarah / 2:238) dan keumuman hadits 'Imran di atas.

Diwajibkan juga orang yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat atau bersandar ke dinding atau berpegangan dengan tiang berdasarkan hadits Ummu Qais radhiallahu 'anha yang berbunyi:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما أسن وحمل اللحم اتخذ عمودا في مصلاه يعتمد عليه
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berusia lanjut dan lemah maka beliau memasang tiang di tempat shalatnya untuk menjadi cadangan.(HR Abu Daud dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Ash-Shohihah 319).

Demikian juga orang bongkok diwajibkan berdiri meskipun keadaannya seperti orang rukuk. [7]
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Diwajibkan berdiri pada seorang dalam segala caranya, walaupun menyerupai orang ruku 'atau bersandar ke tongkat, tembok, tiang atau manusia." [8]
b. Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku 'atau sujud tetap tidak gugur kewajiban berdirinya. Ia harus sholat berdiri dan bila tidak bisa rukuk maka menunduk untuk rukuk Bila tidak mampu membongkokkan punggungnya sama sekali maka cukup dengan menundukkan lehernya, kemudian duduk lalu menunduk untuk sujud dalam kondisi duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sedapat mungkin. [9]
c. Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan sholat wajib dengan duduk, berdasarkan hadits 'Imran bin Hushain dan ijma' para ulama. Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan, "Para ulama telah ber-ijma '(bersepakat-ed) bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk." [10]
d. Orang sakit yang dikhawatirkan akan menambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk [11]. Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan, "Yang benar adalah kesulitan ( masyaqqah ) memungkinkan sholat dengan duduk. Ketika seorang merasa susah shalat berdiri maka ia bisa shalat dengan duduk, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Qs. Al-Baqarah / 2:185)

Sebagaimana juga bila berat berpuasa untuk orang yang sakit meskipun masih mampu diperbolehkan berbuka dan tidak berpuasa maka demikian juga bila susah berdiri maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. "[12]
Orang yang sakit saat sholat dengan duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya berdasarkan hadits 'Aisyah radhiallahu 'anha yang berbunyi:
رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يصلي متربعا
Artinya : Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat dengan bersila. [13]

Juga karena bersila secara umum lebih enak dan tuma'ninah (tenang) dari duduk iftirâsy [14].
Ketika rukuk maka rukuk dengan bersila dengan membungkukkan punggungnya dan meletakkan tangannya di lututnya, karena ruku 'berposisi berdiri. [15]
Dalam kondisi demikian masih diwajibkan sujud diatas tanah dengan dasar keumuman hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma yang berbunyi:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أمرت أن أسجد على سبعة أعظم الجبهة وأشار بيده على أنفه واليدين والرجلين وأطراف القدمين
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang; Dahi-dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung-kedua telapak tangan, dua kaki dan ujung kedua telapak kaki." (Muttafaqun 'Alaihi)
Bila tidak mampu juga maka ia meletakkan kedua telapak tangannya ke tanah dan menunduk untuk sujud. Bila ini tidak mampu maka hendaknya ia meletakkan tangannya dilututnya dan menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada saat ruku '. [16]
e. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk maka bisa melakukannya dengan berbaring miring, bisa dengan miring ke kanan atau ke kiri dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Hal ini dilakukan dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits 'Imran bin al-Hushain:
صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
Artinya : Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah. (HR al-Bukhari no. 1117)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjelaskan sisi mana ke kanan atau ke kiri sehingga yang utama adalah yang termudah dari keduanya. Bila miring ke kanan lebih mudah maka itu yang lebih utama dan bila miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila keduanya sama mudahnya maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar keumuman hadits 'Aisyahradhiallahu 'anha yang berbunyi:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يحب التيمن في شأنه كله في نعليه وترجله وطهوره
Artinya : Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam suka mendahulukan sebelah kanan dalam seluruh urusannya, dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya. (HR Muslim no 396). 

Kemudian melakukan ruku 'dan sujud dengan sinyal menundukkan kepala ke dada dengan ketentuan sujud lebih rendah dari ruku'.
Bila tidak mampu menggerakkan kepalanya maka para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
1.         Melakukannya dengan mata. Sehingga ketika ruku 'maka ia memejamkan matanya sedikit kemudian mengucapkan kata سمع الله لمن حمده lalu membuka matanya. Bila sujud maka memejamkan matanya lebih dalam.
2.       Gugur semua gerakan namun masih melakukan sholat dengan kata.
3.       Gugur kewajiban sholatnya dan inilah pendapat yang dirojihkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Syeikh Ibnu Utsaimin merojihkan pendapat kedua dengan menyatakan, "Yang rojih dari tiga pendapat tersebut adalah gugurnya perbuatan saja, karena ini saja yang tidak mampu dilakukan. Sedangkan kata maka ia tidak gugur karena ia mampu melakukannya dan Allah berfirman:
فاتقوا الله ما استطعتم
Artinya : Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghaabun/64: 16) "[17]

f. Orang sakit yang tidak mampu berbaring miring, maka bisa melakukan shalat dengan terlentang dan menghadapkan kakinya ke arah kiblat karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di arah barat. [18]
g. Bila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkannya atau membantu mengarahkannya ke kiblat, maka shalat sesuai keadaannya tersebut, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.(Qs. Al-Baqarah / 2:286)

h. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalat sesuai keadaannya dengan dasar firman Allah Ta'ala:
فاتقوا الله ما استطعتم
Artinya : Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghaabun/64: 16)

i. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan seluruh kondisi di atas. Ia tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya, maka ia sholat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.
j. Bila orang sakit bisa di tengah-tengah shalat melakukan perbuatan yang sebelumnya ia tidak mampu, baik kondisi berdiri, ruku 'atau sujud, maka ia melaksanakan shalatnya dengan yang ia telah mampui dan menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah lalu karena yang telah lalu dari sholat tersebut telah sah. [19]
k. Apabila orang sakit tidak mampu sujud di atas tanah, maka ia menundukkan kepalanya untuk sujud di udara dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud.Hal ini didasarkan pada hadits Jabir yang berbunyi :
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم عاد مريضا فرآه يصلي على وسادة فأخذها فرمى بها, فأخذ عودا ليصلي عليه فأخذه فرمى به, قال: صل على الأرض إن استطعت وإلا فأوم إيماء واجعل سجودك أخفض من ركوعك
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk orang sakit lalu melihatnya sholat di atas (bertelekan) bantal, lalu beliau mengambilnya dan melemparnya. Lalu ia mengambil kayu untuk dijadikan alas shalatnya, lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengambilnya dan melemparnya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sholatlah di atas tanah ketika ia mampu dan bila tidak maka dengan sinyal dengan menunduk (al-Ima') dan menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya." [20]

Demikianlah sebagian hukum-hukum yang berkenaan dengan sholat orang yang sakit, mudah-mudahan dapat memberikan pencerahan kepada orang sakit mengenai shalat mereka. Dengan harapan setelahnya mereka tidak meninggalkan shalat hanya karena sakit yang dideritanya. Wabillahi at-taufiq.

Maraji ':
1.         Syarhu al-Mumti '' Ala Zaad al-Mustaqni ' , Syaikh Ibnu Utsaimin
2.       Manhaj as-Saalikin , Syiekh Abdurrahman bin Naashir as-Sa'di
3.       Shohih Fikih Sunnah , Syeikh Kamaal as-Sayid
4.       Al-Mughni , Ibnu Qudamah al-Maqdisi
5.       Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-'Ilmiyah wa al-Ifta'
6.       Silsilah al-Ahadits Ash-Shohihah , Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
7.       Irwa 'al-Ghalil , Syeikh al-Albani
8.       Dll.
Footnotes:
[1] Lihat Fatawa Lajnah ad-Da `imah 8/71 (no. 10527)
[2] Lihat Manhaj as-Saalikin hlm 82.
[3] Hal ini ada dalam hadits Hamnah bintu Jahsy yang diriwayatkan Abu Daud dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Irwa 'al-Gholîl no. 188 lihat jugaShohih Fikih Sunnah 1/514
[4] Lihat Fatawa Lajnah Ad-Da'imah 8/69 (no. 782)
[5] Lihat Manhaj as-Salikin hlm 82
[6] Lihat Shohih Fikih Sunnah 1/512-513
[7] Lihat al-Mughni 2/571
[8] Syarhu al-Mumti '' Ala Zad al-Mustaqni ' 4/459
[9] Lihat al-Mughni 2/572
[10] al-Mughni 2/570
[11] al-Mughni 2/571
[12] Syarhu al-Mumti ' 4/461
[13] HR. An-Nasa'I no. 1662 dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih Sunan an-Nasâ'i 1/538.
[14] Lihat Syarhu al-Mumti ' 4/462-463
[15] Demikian yang dirojihkan Syeikh Ibnu Utsaimin dalam Syarhu al-Mumti ' 4/463
[16] Syarhu al-Mumti ' 4/466-467
[17] Ibid 4/467
[18] Ibid 4/465
[19] Lihat al-Mughni 2/577, Majmu 'Fatawa Syaikh bin Baaz 12/243 dan Syarhu al-Mumti ' 4/472-473.
[20] HR. al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 2/306 dan Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shohihah no. 323 menyatakan: "Yang pasti bahwa hadits ini dengan kumpulnya jalan periwayatannya adalah shohih."

***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Sumber: www.ekonomisyariat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar