Selasa, 01 Mei 2012

Mengritik Kunjungan Kerja DPR


Metro View | Selasa, 1 Mei 2012 17:00 WIB
KRITIKAN keras itu disampaikan Persatuan Pelajar Indonesia Jerman kepada anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang melakukan kunjungan kerja ke Jerman. Efektivitas kunjungan kerja anggota DPR  tersebut dipersoalkan karena tidak sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan.

Kunjungan kerja DPR bukanlah kunjungan yang dibiayai sendiri oleh para anggota DPR. Kunjungan itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, di mana 70 persen dari anggaran tersebut dibayar oleh pajak masyarakat.

Tidaklah salah apabila rakyat lalu mempertanyakan setiap sen penggunaan dari anggaran negara. Kita tentunya keberatan apabila anggaran yang berasal dari keringat rakyat itu, lalu dipergunakan dengan sesuka hati, tanpa memedulikan efektivitasnya.

Sudah berulangkali masyarakat menggugat kunjungan kerja yang dilakukan para angggota DPR. Bahkan tidak sedikit yang melakukan aksi unjuk rasa di bandara udara keberangkatan, agar anggota DPR membatalkan kunjungan ke luar negeri, yang hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Namun keberatan yang disampaikan masyarakat selalu dianggap sebagai angin lalu. Setiap tahun kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri dilakukan, dengan biaya yang terus semakin membengkak. Tidak ada sama sekali kepekaan dan upaya untuk menggunakan anggaran negara dengan lebih baik.

Apa yang dilakukan PPI Jerman merupakan titik kulminasi dari kekecewaan masyarakat. Dalam pertemuan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, mahasiswa menyampaikan keberatan masyarakat itu langsung kepada anggota Komisi I DPR.

Anggota DPR sepantasnya malu dengan pernyataan yang disampaikan mahasiswa Indonesia di Jerman itu. Apalagi di zaman yang begitu terbuka, di mana pertemuan itu bisa direkam secara hidup dan kemudian diunggah ke media sosial, sehingga menjadi pengetahuan seluruh masyarakat dunia.

Kita tidak tahu lagi apabila kritikan yang begitu terbuka tidak juga bisa mengubah perilaku anggota DPR. Kita tidak pernah akan bisa menjadi bangsa yang maju, apabila tidak pernah mau belajar dari kesalahan dan tidak berupaya untuk memperbaiki diri.

Boleh saja anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Namun karena namanya kunjungan kerja, maka seluruh konsentrasi harus ditujukan untuk bekerja. Jangan kunjungan kerja dijadikan kamuflase untuk jalan-jalan, apalagi membawa anggota keluarga.

Kunjungan kerja ke luar negeri harus memberi manfaat bagi perbaikan kehidupan bangsa ini. Kita belajar hal-hal yang baik dari bangsa lain, untuk ditularkan nilai-nilai yang memang cocok dengan kultur bangsa kita, agar membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju.

Selalu kita katakan bahwa menjadi pejabat negara bukanlah pekerjaan yang mudah. Mereka bukan hanya dituntut untuk memikirkan nasib bangsanya, tetapi menjadi teladan tentang bagaimana menjadi warganegara yang baik.
   
Kita selalu mengharapkan pejabat negara itu untuk bekerja keras, karena kita ingin membangun kultur bangsa yang selalu berupaya mencapai prestasi terbaik dan tidak pernah mudah untuk menyerah. Kita mengharapkan pejabat negara yang hemat dalam menggunakan uang, karena kita ingin membangun masyarakat yang tidak boros.

Mengapa kita mengharapkan bisa terbangunnya kultur yang baik dari bangsa ini? Karena menurut ahli sosiologi, Samuel L. Huntington, hanya bangsa yang memiliki kultur disiplin, mau menghargai waktu, hemat, selalu bekerja keras, dan tidak pernah mau kalah dari bangsa lain, yang akan bisa menjadi bangsa yang maju.

Huntington menunjuk bangsa Korea yang telah membuktikan mampu menjadi bangsa yang maju karena pemimpinnya berhasil membangun kultur yang kuat dari bangsanya. Dengan kultur seperti itu, bangsa Korea mampu bersaing dengan bangsa lain dalam semua bidang baik itu ilmu pengetahuan, teknologi, hingga budaya.

Mengapa kita belum berhasil menjadi bangsa yang maju? Karena para pemimpin bangsa ini tidak mau mengajarkan kebaikan kepada rakyatnya. Yang lebih banyak dipertontonkan justru hal-hal yang bertentangan dengan pembangunan kultur baik yang bisa membawa bangsa menuju ke kebesarannya.

Setiap pemimpin pada setiap masanya memikul tanggung jawab sosial. Itulah yang harus menjadi kesadaran mereka yang dipercaya sebagai pemimpin. Sebab maju atau mundurnya sebuah bangsa ada di tangan mereka. Sejarahlah yang nanti akan menilai sumbangan dari setiap pemimpin kepada bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar